Kemandirian dan Ketenangan Jiwa

PROSA, SABDATA.ID – Dalam menentukan sikap atau pilihan atas dasar kesadaran kita, kenapa sering kita menemukan akhir dari sikap itu adalah penyesalan dan derita ?

Kenapa bisa? Mungkin hal itu terjadi karena kesadaran masih belum cukup menjadi alasan kita dlm memutuskan pilihan/sikap. Terkadang kesadaran kita terbentuk karena berasal/pengaruh dari orang lain, sering kita menemukan dalam diri kita bersikap karena definisi orang lain bukan capaian kita secara mandiri. Kenapa orang meskipun sikap/pilihannya walaupun berakhir tidak sebagaimana yang diharapkan, namun masih merasa tenang dan bahagia (jiwa yang stabil)? Mungkin, Karena itu adalah capaiannya secara mandiri.

Baca juga: Prosa, "Menata Hati atas Perpisahanmu" Oleh: Rifki Yusak

Maka kesadaran agar sampai kepada kestabilan tidak cukup dengan hanya sekedar kesadaran melainkan harus diikat dengan cahaya akal yang dicapai secara mandiri bukan pengaruh diluar dirinya (orang lain). Betapa sering kesadaran yang terbentuk dari orang lain berakhir dengan penyesalan dan betapa sering kesadaran yang terbentuk karena kemandirian kita walaupun berakhir tidak sebagaimana yang diharapkan namun masih membuat jiwa kita tenang.

Mungkin itulah mengapa dalam banyak ayat memerintahkan kita untuk bertafakkur, sebuah keadaan dimana kita melakukan perenungan (perjalanan akal secara mandiri), agar jiwa kita sampai kepada kestabilannya untuk bisa tenang (keyakinan/iman). Iman dalam capaiannya adalah kemandirian.





Penulis: Yusril Makatutu

Posting Komentar

0 Komentar