Terima Kasih, Wahai Pengamen

Opini Budaya
Menyambut Ramadan 1444 H:

OPINI, SABDATA.ID – Suatu hari, di tahun 1980-an, saya ke Bandung. Naik bus umum tanpa AC di terminal Cililitan. Dalam perjalanan, entah berapa terminal yang saya singgahi. Di setiap terminal, ada saja pengamen yang naik di bus dan turun di pengkolan.

Sesampai di kota Cianjur, seorang pengamen, lelaki muda berpenampilan rapi dan berwajah lostamasta (baca: lotong sedikit tapi manis tauwa, istilah Bugis yang artinya hitam manis) meminta izin kepada penumpang untuk menyanyikan sebuah lagu. Tanpa menunggu diiyakan, anak muda itu langsung melantunkan lagu berjudul Semalam di Cianjur.

Lagu itu kesukaan saya. Sebuah lagu kenangan yang pernah populer di tahun 60-an, dinyanyikan pertama kali oleh Alfian. Menikmati lagu itu, saya benar-benar terhibur. Irama suara pengamen itu sungguh pas membawa kenangan ke suasana nikmat di masa kanak-kanak. Sepenggal syairnya masih saya ingat:

"Kan kuingat
Di dalam hatiku
Betapa indah
Semalam di Cianjur
Janji kasih yang
telah kau ucapkan
Penuh kenangan
yang takkan
terlupakan ... "

    
Saya bersyukur. Dalam hati, saya berkata, pengamen ini amat berjasa kepada kemanusiaan (paling tidak, bagi kemanusiaan saya). Dia menyadarkan manusia akan masa lalu, sehingga banyak orang bersyukur maupun bertaubat. Lebih dari itu, pengamen ini berjuang hidup dengan ikhtiar. Dia mencari nafkah yang halal, dengan tetap menjaga martabat kemanusiaannya,  tanpa harus merampas hak azasi para penumpang.

Baca juga: Opini, "To Matempo: Ketika Budaya Menjadi Buaya, Oleh: Mahrus Andis

Tidak terasa, saya merogoh kantong celana. Selembar uang bergambar Soekarno (mungkin 10 ribu saat itu) berpindah ke plastik, pembungkus wafer yang diedarkan temannya di atas bus. Dengan wajah riang, senyumnya merekah. Dia bersyukur dan berterima kasih. Saya pun mengucapkan terima kasih.

Belum lama ini, di akhir tahun 2022, Cianjur berduka. Bencana alam yang membawa korban ratusan orang meninggal dunia, seharusnya, mengantar kita bertaubat. Lagu Alfian sudah berlalu. Saya bayangkan, pengamen  di atas bus menuju Bandung mengganti lagunya. Saatnya ia melantunkan lagu Ebiet G. Ade. Salah satu liriknya berbunyi:

"Barangkali di sana
ada jawabnya
Mengapa di tanahku
terjadi bencana
Mungkin Tuhan 
mulai bosan
Melihat tingkah kita
Yang selalu salah
dan bangga dengan
dosa-dosa
Atau alam mulai
enggan
Bersahabat dengan
kita
Mari kita bertanya
Pada rumput yang
bergoyang ... "

Ah, sudahlah. Hari ini, kita menyongsong Ramadan. Bulan penuh berkah. Mari memperbanyak zikir, berbuat kebaikan (misalnya; bersedekah kepada pengemis) atau melakukan kebajikan (seperti; berinfak kepada pengamen) untuk meraih keridaan Allah Rabbun Jalil.


-Makassar, 19 Maret 
2023-





Penulis: Mahrus Andis
Editor: Amasa

Posting Komentar

0 Komentar