Dari Dialog Sabdata: Tidak Ada Puisi yang Jelek

MAKASSAR, SABDATA.ID – Dialog lewat live streming Instagram sabdata.id, Sabtu 7 Januari 2023, berlangsung dengan lancar. Narasumber, budayawan yang juga penulis tamu di Sabdata Media, Mahrus Andis, mengusung topik yang cukup krusial berjudul Puisi yang Baik dan Puisi yang Bagus.

Dimoderatori Andi Gilang Ramadhan serta didampingi Direktur Sabdata online, Abdullah, dialog menjadi forum yang menarik dan kreatif. Lebih tepatnya, dialog malam itu disebut saja bincang lepas yang cukup mencerahkan batin, khususnya bagi peminat karya sastra.

Menurut Narasumber, tidak ada puisi yang  jelek. Yang ada, yaitu puisi yang baik dan puisi yang bagus. Ahli ilmu jiwa berkata bahwa produk otak kiri cenderung berupa pikiran-pikiran analisis yang bersifat logis-etis.

Baca juga: Banjir di Permukiman Perumnas Antang Makassar, Warga: Sempat Surut, Naik Lagi

Sementara, otak kanan cenderung melahirkan pertimbangan-pertimbangan kontemplatif yang bersifat logis-estetis. Pembagian fungsi otak manusia ini awalnya berangkat dari hasil pemahaman atas teori neuropsikologi yang dikemukakan oleh Roger W.Sperry, seorang penerima hadiah nobel di tahun 1960.

Menjawab pertanyaan Abdullah, narasumber yang dikenal sebagai kritikus sastra Sulsel itu, menjelaskan bahwa puisi yang baik adalah puisi yang lahir  dari otak kiri. Sementara puisi yang bagus, merupakan produk otak kanan. Karena itu, ciri khas puisi yang baik adalah penuh dengan perhitungan-perhitungan linguistik, bahasanya kaku dan kering dari nilai kontemplasi filosofis. Sedang puisi yang bagus ialah puisi yang kaya dengan perenungan-perenungan semiosis, estetis dan filosofis.

Selanjutnya, Mahrus Andis yang bernama lengkap Andi Mahrus dan mantan birokrat senior di daerahnya itu, memaparkan lebih jauh perbedaan kedua sifat puisi tersebut.

Disebutkan, puisi yang baik ialah puisi yang cenderung menggunakan bahasa komunikasi sehari-hari, non-metaforis dan tidak menawarkan suasana misterius untuk direnungkan. Sementara puisi yang  bagus adalah puisi yang bahasanya padat, komunikatif dan membuat pembaca tertarik untuk merenungi makna pesan di balik diksi-diksi metaforis yang tersaji dengan indah.

Sebagai contoh puisi yang bagus, ia mengutip salah satu karya penyair nasional Angkatan 45, Chairil Anwar, berjudul "Aku" sebagai berikut.

AKU

Kalau sampai waktuku
Kumau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang
Menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih

Aku kini semakin tidak perduli
Aku mau hidup
Seribu tahun lagi. -

Menurut Narasumber, puisi Chairil Anwar tersebut  tergolong jenis puisi yang bagus. Ciri khasnya, antara lain bahwa bahasa puisi itu cukup figuratif, indah, dan mengusung nilai filosofis yang mengundang perenungan pembaca.

Beberapa peserta dialog yang ikut secara online malam itu, sempat mengajukan pertanyaan seputar  pentingnya imajinasi dalam menciptakan puisi. Oleh narasumber dijelaskan bahwa pengimajinasian adalah unsur fisik yang harus ada dalam karya sastra, termasuk puisi.

Sebuah puisi tanpa imaji maka itu bukan puisi yang baik, apalagi disebut puisi yang bagus. Boleh jadi, itu hanya berupa ungkapan atau sekadar pernyataan-pernyataan retoris yang menggunakan bahasa bergaya sastra. Jelas Mahrus Andis seraya berpesan agar para peminat sastra tidak perlu terbebani tentang teori atau teknik menulis puisi.

"Teruslah berlatih dan cari banyak pengetahuan melalui pengalaman membaca dan berdiskusi tentang sastra. Jika kebiasaan seperti itu dilakukan maka minat dan potensi puitik dalam diri akan berkembang menjadi bakat, yang pada akhirnya, menjadikan seseorang sebagai penulis profesional atau penyair," kunci sastrawan yang juga Mubalig itu.


Link Live Streaming Puisi: yang Baik dan Bagus atau klik disini









Penulis: Andi Gilang Ramadhan
Editor: Amasa

Posting Komentar

0 Komentar