Pendidikan, Literasi, Pembentukan Karakter Siswa

OPINI, SABDATA.ID – Pendidikan merupakan salah satu hal terpenting dalam perkembangan kualitas diri manusia menjadi pribadi yang dewasa, tangguh dan bermartabat di segala pranata sosial masyarakat.

Didalam UU Nomor 2 Tahun 2003 merumuskan bahwa pendidikan merupakan wujud ikhtiar secara sadar untuk mengajarkan pada peserta didik mampu aktif mengembangkan potensi pada dirinya.

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara," rumusan UU Nomor 2 Tahun 2003.

Oleh karena itu, pendidikan sudah menjadi kebutuhan manusia yang paling utama. Disisi lain, salah satu jalan dalam mewujudkan pendidikan yang otentik adalah melalui budaya literasi. Karena literasi merupakan alat penggerak yang dapat membentuk generasi bangsa terkhusus peserta didik.

Namun, berada di tahap manakah tingkat literasi setiap peserta didik dalam pembentukan karakter? Apakah pada tingkat baca tulis, atau pemahaman digital?

Lalu apa tolak ukur pembentukan karakter peserta didik dalam mengimplementasikan nilai-nilai literasi tersebut? Pertanyaan seperti ini memerlukan solusi dan kesadaran progresif oleh pihak lembaga atau pelaku pendidikan Analisis Budaya Literasi Baca Tulis Keadaan minat baca tulis yang terjadi di beberapa lembaga pendidikan secara umum masih terlihat rendah.

Dikarenakan budaya masyarakat Indonesia lebih menyukai media visual (menonton) dibandingkan dengan membaca dan menulis. Bahkan El- Fikri (2018) mengatakan “Rendahnya minat baca masyarakat Indonesia ini menyebabkan kualitas dan mutu pendidikan di Indonesia juga hanya jalan di tempat (stagnan) dan cenderung mundur,".

Hal semacam ini sangat berpengaruh pada peningkatan budaya literasi di Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.

Oleh sebab itu, literasi membaca merupakan salah satu literasi mendasar yang perlu dipelajari guna meningkatkan kapabilitas tingkat literasi peserta didik. Rendahnya tingkat literasi membaca di Indonesia adalah permasalahan yang perlu diselesaikan.

Maka diperlukan peran orang tua kepada peserta didik sebagai faktor pendukung dalam memperkenalkan budaya literasi, seperti membaca dimulai dari rumah, agar siswa tersebut dapat menyaring sebuah informasi data dan berpikir kritis, analisis serta mampu mengekspresikan kreativitas.

Begitupun peran sekolah sebagai media fasilitas siswa semisal dalam pembelajaran, metode guru adalah melakukan kegiatan membaca buku selama 15 menit sebelum pembelajaran, memberikan tugas membaca dll. Hal ini sejalan dengan pendapat Lubis (2016:129) yang mengatakan “Keluarga dan sekolah atau lingkungan dimana anak berada berperan penting dalam pembentukan kebiasaan membaca”.

Sehingga penerapan aktivitas literasi membaca dapat menjadi indikator keberhasilan pendidikan di Indonesia.
Pembentukan Karakter Siswa
Pendidikan dapat meningkatkan pengembangan diri yang berkarakter. Oleh karena itu, pemerintah sudah menerapkan pendidikan karakter atau penguatan pendidikan karakter.

Lestari (2019:116) mengatakan “Sarana pendidikan seperti kegiatan literasi yang beragam berpotensi dalam pembentukan karakter siswa yang berprinsip”. Akan tetapi, kompetensi guru, kerjasama antar guru, kepala sekolah dan tenaga pendidik yang lain perlu lebih dimaksimalkan, agar terjadi sebuah reformasi dalam pendidikan.

Karena reformasi pendidikan merupakan konsep perubahan kearah peningkatan mutu pendidikan. Maka persoalan yang mendasar seperti budaya sekolah yang perlu diubah menjadi budaya literasi. Sebab, literasi merupakan titik tolak dalam pembentukan sebuah peradaban manusia.

Salah satu bentuk upaya budaya literasi adalah membaca yang efektif sebagai pelaku implementasi nilai-nilai literasi pada karakter siswa. Sehingga para siswa dapat mampu beradaptasi di setiap lingkungan yang ada.  Disisi lain, Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) memiliki beberapa nilai karakter yaitu: religius, nasionalis, mandiri, gotong royong dan integritas.

Oleh karena itu, penanaman nilai karakter utama seperti integritas melalui literasi sudah selayaknya ditanamkan sejak pendidikan dasar melalui sekolah dasar sebagai wadah utama pembentukan karakter, lalu dilanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, agar peserta didik dapat meningkatkan kemampuan untuk mengakses informasi dan pengetahuan.

Dalam perjalanan implementasi nilai-nilai literasi tersebut membuktikan masih banyak peserta didik kurang menerapkan baca tulis yang disajikan oleh sekolah atau metode yang digunakan oleh guru belum terlalu efektif.

Lietal (2012:11) mengatakan “Guru dituntut agar mampu berpikir kritis dan mempraktekkan metode yang dapat menarik daya tarik peserta didik agar dapat melakukan aktivitas baca tulis guna membentuk kepribadian anak yang berintegritas dan meningkatkan hasil literasi sekolah”.

Maka selayaknya sekolah perlu untuk mengkondisikan diri menjadi sekolah ramah literasi, semisal perpustakaan sekolah dimanfaatkan secara maksimal melalui layanan yang berkualitas. Sehingga hakikat literasi di sekolah tidak hanya berefek tunggal tetapi mengantarkan siswa menjadi manusia yang berkarakter.



Penulis: Muh. Awaluddin Faturrachman (Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan)
Editor: Tim Editor

Posting Komentar

0 Komentar