Modernisasi dan Tindakan Kriminal

OPINI, SABDATA.ID — Beberapa hari yang lalu kita digegerkan dengan berita pembunuhan yang melibatakan Siswi SMA inisial M ditemukan tewas dibalik batu di sungai Biangloe, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Korban diduga dibunuh dan dimutilasi pria inisial A yang merupakan pacarnya sendiri. Dikutip dari detiknews, motif dari kasus pembunuhan karena korban menolak permintaan pelaku untuk melakukan hubungan intim, sehingga hal itu memicu pelaku untuk melakukan pembunuhan.

Peristiwa tersebut dapat diafirmasi  dengan analisis konsep sosiologi, Emil Durkheim dan Max Weber, bahwa masyarakat dipandang sebagai pabrik moral, sebab-sebab moral diturunkan dari kondisi-kondisi sosial dan ditentukan oleh proses sosial.

Karena individu hidup dalam masyarakat, dengan itu teori ini mengukuhkan pandangan bahwa moral tersedia secara tetap dan terus-menerus.

Oleh karenanya, setiap kesalahan, misalnya dalam melakukan pembunuhan, dalam istilah Durkheim, akan disebut sebagai anomie (keadaan yang kacau), karena pelanggaran norma atau mismanajemen produksi moral dalam masyarakat. 


Senada dengan pandangan Zygmunt Baumant, bahwa di tengah modernisasi dengan perkembangan teknologi yang pesat, membuat masyarakat dapat mengalami defisit moral, karna sadar atau tidak, teknologi membuat kita berjarak, sehingga bisa mencegah hubungan emosional dan moral di antara sesama manusia kadang menjadi kabur. 

Modernitas menurut Baumant di bagi menjadi dua, modernitas padat (solid modernity) dan modernitas cair (liquid modernity). Modernitas padat dicirikan oleh berbagai kekuasan institusional, yang di konsolidasi melalui proses dalam struktur sosial. Sementara itu salah satu gejala dalam modernitas cair adalah kehidupan yang cair atau liquid life
   
Menurut Baumant , liquid life diartikan sebagai kehidupan yang di tandai oleh ketidak pastian. liquid life tumbuh dalam liquid sosiety yang merupakan suatu masyarakat dimana tindakan dan perubahan dilakukan secara demikian cepat, sehingga tidak mampu membentuk  kebiasaan dan kecendrungan untuk melanggar norma.

Modernitas cair oleh Bauman sebenarnya adalah bagian atau tindak lanjut dari gejala gejala pascamodernitas. Dalam modernitas padat, fokusnya adalah untuk mempertahankan tatanan yang sudah ada, supaya tetap teratur sehingga dalam prosesnya membentuk kategorisasi-kategorisasi tersendiri, dan menciptakan kelas-kelas di dalam masyarakat.

Contohnya mengenai teknologi. Terdapat sebuah perbedaan diantara modernitas padat dan modernitas cair mengenai teknologi. Teknologi di zaman sekarang sudah tidak dapat di kendalikan dan akan terus mengalami kebaruan setiap harinya.
   
Dalam hal  kemudahan memperoleh informasi, orang di masa sekarang hanya cukup berselancar di Hand Phone, untuk mengetahui berita terkini dan ter update bahkan dari luar negeri sekalipun.

Dalam kondisi perkembangan pesat teknologi sebagai representasi modernitas cair, sepertinya orang di masa sekarang lupa untuk memfilterisasi mana yang baik untuk dikonsumsi sebagai produksi pengetahuan, dan mana yang buruk. 
   
Sehingga orang kadang terpengaruh berbagai hal yang ditayangkan dalam sosial media, dan berimbas pada perilaku sosial, sebab tidak bisa dipungkiri banyak hal negatif yang tidak mengedukasi. 
  

Sering kali kita dapati pemicu kejahatan bukan hanya persoalan kemiskinan, yang memaksa orang untuk melakukan pencurian, sering kali  dicap sebagai pelanggaran aturan, dan disebut amoral.
   
Namun fenomena mengenai kekerasan seksual serta pembunuhan sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, sedikit banyaknya merupakan pengaruh berbagai informasi yang ditayangkan di media sosial. Inilah yang disebut oleh Zygmunt Baumant sebagai modernitas cair.






Penulis: Syarwan Syam
Editor: Nurham

Posting Komentar

0 Komentar