Menggapai Mimpi di Puncak Bara

CERPEN, SABDATA.ID – Dusun Bara adalah salah satu daerah yang terletak di Desa Bontosoma, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros. Untuk sampai di dusun bara memiliki jarak tempuh yang cukup jauh, sebab kami harus mengendari sepeda motor selama satu sampai dua jam kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki empat sampai lima jam.

Tentu banyak yang bertanya, kenapa harus berjalan kaki? Padahal di dunia modern ini sudah ada kendaraan. Sebenarnya kami bisa saja menggunakan kendaraan hingga tempat yang kami tuju, tapi akses kendaraan yang lumayan curam dan menakutkan, membuat kami lebih memilih berjalan kaki.

Ada banyak hal yang biasa kami dapatkan sepanjang perjalanan. Lagi pula kapan lagi kami mendapatkan momen seperti ini.

Seperti halnya dirimu, cuaca di tempat ini sulit untuk ditebak, ditengah terik matahari dan gerutuan kawan yang mengeluhkan cuaca panas, tiba-tiba hujan datang mengguyur tanpa permisi hingga mengharuskan kami mengenakan mantel untuk melindungi diri dari hujan.

Sialnya, aku yang jauh-jauh hari selalu mengingatkan membawa mantel baru tersadar bahwa beberapa barang yang sudah kusiapkan tertinggal ditempat kami beristrahat, akhirnya dengan keadaan terpaksa, aku dan beberapa kawan yang bernasib sama, harus menempuh perjalanan di bawah guyuran hujan. 
Setelah sampai di salah satu rumah warga yang menjadi tujuan serta tempat kami menetap selama beberapa hari, dan hendak berganti pakaian kami baru sadar bahwa pakaian yang kami siapkan sebelumnya basah dikarenakan hempasan air hujan yang tak kunjung berhenti sepanjang perjalanan, sial.

Beberapa kawan menganggap ini adalah momen paling menyebalkan saat berkunjung ketempat tersebut, namun menurutku ini adalah pembelajaran hidup yang mengajarkan kami semua "untuk lebih teliti dan hati-hati".  

Apalagi untuk beberapa kawan, ini bukan kunjungan pertama mereka ke dusun bara.
Lantas, mimpi apa yang ingin kami gapai di puncak bara? Dan bagaimana cara untuk meraih mimpi itu? Apakah kami datang hanya untuk bermain dibawah guyuran hujan? Jelas tidak.

Namun sebelum kita jauh menerawang mimpi-mimpi yang masih tergantung di puncak bara, terdapat instrument awal yang harus kita penuhi, yaitu pendidikan, sebab pendidikan adalah hal dasar yang harus dimiliki oleh manusia untuk mencapai tujuan yang ingin ia raih.

Ketika kita berbicara pendidikan khususnya di dusun bara, masih jauh dari kata cukup, sebab belum ada sarana untuk mendapatkan pendidikan. Hal itulah yang melatar belakangi saya dan beberapa kawan datang dan mengabdikan diri selama beberapa hari di tempat ini, dan beranggap ketika mereka tidak mendapatkan suplemen pengetahuan, mereka dan generasi-generasi berikutnya akan terjebak dalam lingkaran ketidaktahuan itu sendiri.

Antusias anak-anak untuk belajar sangat besar, walaupun beberapa menganggap untuk apa belajar, toh nantinya saya akan kembali menjadi petani, kenapa tidak bertani dari sekarang saja? Hal ini disebabkan karena belum adanya edukasi kepada anak-anak mengenai pentingnya pendidikan. Peran orang tua pun belum maksimal dalam menuntun anak-anak mereka selalu belajar. Sebab, selain sarana belajar (sekolah) yang tidak mereka dapati, akses ke sekolah yang berada di luar dusun bara cukup jauh, apalagi setiap harinya mereka harus berkebun atau ke sawah demi mencukupi kehidupan sehari-hari. 

Miris bukan, bukankah pendidikan adalah hal yang wajib dikenyam oleh setiap orang, bahkan "Negara memiliki tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang telah diatur dalam undang-undang". Namun, ketika kita berbicara implementasi ternyata masih minim penerapan yang dilakukan.

Apakah kita hanya akan berdiam diri dan menganggap ketimpangan ini seperti angin lalu? Jika begitu, dimana sisi kemanusiaan yang kita miliki, bukankah kita selalu menggaungkan sifat gotong royong dan tolong menolong sesama manusia?

Ataukah rasa tolong menolong hanya ditujukan untuk golongan golongan elit yang mempunyai pengaruh, atau kita hanya akan menolong ketika mempunyai kepentingan pribadi? Semoga tidak.

Mengapa ketika kita berbicara pendidikan yang tidak merata, selalu dipandang sebelah mata.

Sementara ketika kita berbicara pesta demokrasi atau partai politik, orang-orang selalu antusias bahkan disambut jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan, padahal jika tidak mengenal pendidikan, mereka tidak akan bisa berpartisipasi dalam pesta demokrasi itu.

Aneh, tapi itulah yang terjadi. Kita terlalu jauh menerawang hal-hal yang sulit untuk dilakukan, sementara pendidikan yang menjadi intisari dan bagian terpenting dari cita-cita, dilupakan. 

Coba kita pikir, seandainya semua orang mendapatkan pendidikan secara merata, tidak akan ada yang dibodohi dengan modal iming-iming uang disetiap pemilihan wakil rakyat, lantas dikemudian hari menyesal karena telah memilih uang yang di iming-imingi ketimbang wakil rakyat yang dipandang bisa memberikan keadilan yang merata.

Maka, sudah tergambar dengan jelas bahwa pendidikan adalah instrument penting yang harus dimiliki setiap orang, sebab instrument ini yang akan menjadi bekal untuk mengarungi kehidupan.


Untuk itu, perlu adanya kesadaran dalam diri setiap orang untuk belajar dan menyalurkan pengetahuan yang ia miliki, apa guna menyandang gelar yang tinggi jika tidak memberikan manfaat untuk orang orang disekitar.

Keberhasilan terbesar orang terpelajar bukan ketika ia mampu menyelesaikan semua jenjang pendidikan, namun ketika ilmu yang ia dapatkan bermanfaat untuk orang lain, sebab kita belajar semata-mata bukan untuk mendapatkan ijazah dan pengakuan, melainkan untuk meningkatkan kepekaan serta memberikan kemanfaatan bagi orang yang membutuhkan.

Semoga dengan kepedulian itu, mimpi yang masih tergantung di puncak bara bisa segera diraih dan menjadi obor penerang untuk generasi-generasi berikutnya.






Penulis: Ilham Saputra
Editor: Musakkir

Posting Komentar

0 Komentar