OPINI, SABDATA.ID – Dalam tulisan ini saya sebagai penulis tidak mengamini bahwa sampai saat ini perempuan tidak se-berdaya itu sehingga saya membahasnya pada tulisan saya.
Opini ini saya tulis juga karena setelah menjadi narasumber pada dialog keperempuanan yang di adakan oleh HIPMA GOWA kordinator bungaya, rasanya saya ingin menyebar luaskan mengenai apa yang saya sampaikan pada dialog hari itu.
Perempuan berdaya adalah mereka yang mampu mengidentifikasi potensi dirinya dan mampu mengaktualisasikannya. Sebagai perempuan yang menuntut hak setara dengan laki-laki terlebih dahulu kita mesti paham dan mengetahui apa yang menjadi hak kita sebagai perempuan.
Dan dalam penuntutan hak juga kita tidak boleh melakukan tindakan yang seksis.Namun sebelum kita keluar dari ranah kita atau lingkungan sesama kaum perempuan, ada baiknya kita selesaikan dulu dalam diri kita sendiri.
Maksud saya adalah, bagaimana kemudian kita memahamkan pada perempuan lain bahwa banyak hak kita yang di rampas oleh stigma yang di bangun oleh masyarakat. Karena melihat kondisi saat ini pula, banyak nya perempuan perempuan yang apatis terhadap perempuan lain bahkan pada diri mereka sendiri.
Perempuan berdaya tidak hanya di lihat dari sisi kekuatan fisiknya, namun juga bagaimana mereka mengasah intelektual mereka.
Tidak hanya mengandalkan kecantikan dan lekukan tubuh untuk daya tarik orang lain terhadapnya, karena berdaya bukanlah suatu ajang untuk memperlihatkan siapa yang jago dan siapa yang kuat antara laki-laki dan perempuan, namun bagaimana kemudian perempuan itu dapat memperjuangkan hak nya yang di renggut oleh masyarakat, yang di batasi oleh masyarakat.
Apakah saat ini i ruang yang di berikan kepada perempuan sudah sangat membantu?
Melihat zaman sekarang dimana para perempuan sudah mendapatkan berbagai ruang yang di berikan, namun kebanyakan perempuan tidak memanfaatkan itu.
Contoh nya pada ranah politik, kemudian banyak kok memang perempuan yang mencalonkan diri sebagai pemimpin di ranah politik. Namun melihat dari cara mereka berbicara, saya rasa mereka hanya menggaungkan kalimat bahwa ‘perempuan juga bisa' yang secara tidak langsung mereka ingin merobohkan patriarki.
Namun yang saya kritik dari perempuan adalah mereka hanya sekedar menunjukkan diri bahwa mereka juga bisa memimpin tanpa mengasah intelektual mereka. Tanpa memahami bagaimana jalannya politik itu sendiri.
Kemudian yang menjadi pertanyaan, apakah perempuan itu saat memimpin bisakah mereka profesional? Karena perempuan di identikkan dengan perempuan lebih membawa perasaan mereka ketimbang akal.
Nah maka dari situlah mengapa di awal tulisan saya menuliskan bahwa kita perempuan harus selesai pada diri kita sendiri terlebih dahulu barulah kita keluar untuk meneriakkan hak hak kita.
Karena kebanyakan perempuan, yang tidak selesai pada diri sendiri kemudian mengambil langkah untuk keluar daripada ranah nya mereka.
Yang pada akhirnya mereka akan merasa di diskriminasi dan d jatuhkan habis habisan padahal memang itu berasal dari salahnya mereka sendiri.
*Bagaimanakah perempuan berkarya dan berdampak?*
Berkarya tanpa batasan dan berdampak membawa perubahan pada masyarakat banyak.
Namun kenyataan nya saat ini perempuan di batasi berkarya, yang membatasi mereka adalah paradigma konstruk sosial yang di bangun masyarakat sejak dahulu atau sejak kita lahir.
Contoh nya, saat kecil orang tua menekankan bahwa perempuan hanya boleh di dapur, perempuan tidak boleh merantau. Yang secara langsung mereka telah membatasi bebas ekspresi perempuan.
Kata-kata hanya boleh di dapur saya rasa itu adalah salah satu contoh bahwa perempuan tidak boleh melakukan apapun selain pekerjaan rumah.
Lalu karya apa yang akan perempuan hasilkan ketika mereka tidak mengasah minat dan bakat mereka? Memasak saja? Mencuci saja? Mengepel atau bahkan menyapu saja?
Padahal perempuan juga ingin melakukan apa yang menjadi minat dan bakat mereka, namun karena paradigma itu muncul, masyarakat akan melontarkan stigma mereka ketika melihat perempuan melakukan apa yang mereka lakukan dan masyarakat akan menganggap perempuan melanggar budaya yang ada.
Sampai saat ini perempuan akan terus di bahas dan akan terus menjadi teman dialog ketika perempuan masih belum mendapatkan kenyamanan dan keamanan mereka ketika mereka bebas melakukan hak hak mereka.
Sebab yang perempuan lawan saat ini ialah stigma masyarakat yang kuat melekat.
Perempuan berdaya, berkarya dan berdampak hadir untuk mematahkan stigma-stigma yang di lontarkan oleh masyarakat,serta membunuh budaya yang mendiskriminasi suatu kaum.
Sebab kita hidup di muka bumi sebagai manusia yang di ciptakan Tuhan yang memiliki hak masing-masing maka dari itu kita hidup untuk saling mensejahterakan.
Tanpa harus menindas kaum kaum lainnya. Beranilah untuk menaklukkan ketakutan.
Penulis: Salsabila
0 Komentar
Beri komentar masukan/saran yang bersifat membangun