OPINI, SABDATA.ID — Sewaktu kecil, saya senang menonton acara TV dari Jepang, Kapten Tsubasa. Kisah seorang bocah yang gila bola. Saya masih ingat betul slogan dari Tsubasa, Tokoh Utama acara tersebut 'bola adalah teman'. Acara tersebut juga yang mempengaruhi saya untuk menyukai sepakbola.
Saya juga masih senang menonton film 'Cahaya dari Timur: Beta Maluku' yang disutradarai Angga Sasongko. Film yang rilis hampir 10 tahun lalu ini diambil dari kisah nyata tentang kengerian perang saudara yang terjadi di Maluku akibat konflik antar agama.
Singkat cerita, sepakbola kemudian hadir menjadi juru damai dari perang itu.
Baca Juga: Hukuman Bagi Pelaku KDRT
Semenjak saat itu, saya yakin sepakbola bukan sekedar olahraga kaki yang dimainkan antara dua tim. Tapi dapat menekan konflik orang orang disekitarnya. Kedatangan Pele di Nigeria yang mengakibatkan genjatan senjata menjadi penguat keyakinan tersebut.
Saya dan teman teman terkadang menggunakan sepakbola sebagai instrumen penyelesai konflik. Suatu ketika saat masih tsanawiyah dua orang kawan masing masing dari dua kelas berbeda saling bertikai akibat suatu hal. Hampir saja terjadi konflik antar kelas waktu itu. Kami coba bermain di satu lapangan sebagai satu tim untuk berdamai, setidaknya cara itu bisa meredam konflik tersebut.
Pertandingan sepakbola Liga 1 antara Arema Malang berhadapan dengan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, menjadi duka bagi seluruh pecinta sepakbola di dunia. Seusai pertandingan tersebut terjadi kerusuhan, akibatnya seratusan orang meningal akibat insiden tersebut.
Gas air mata dianggap sejumlah kalangan di Indonesia sebagai pemicu seratus lebih suporter Arema FC tewas. Belum lagi manajemen jadwal oleh panitia pelaksana yang mengabaikan keamanan penonton dan mendahulukan keuntungan juga dianggap menjadi penyebab tragedi tersebut.
Siapapun yang menjadi biang masalah dalam tragedi tersebut. Kita dapat menyimpulkan bahwa sepakbola di tanah air kurang berprestasi akibat manajemen penanganan liga yang tidak becus. Penggunaan gas air mata dalam meredakan kericuhan, penjualan tiket yang melebihi kapasitas, dan penetapan jadwal yang hanya mengejar rating adalah bukti bahwa sepakbola tidak lebih dari pertarungan para gladiator, hiburan untuk penguasa dan para penyenggara mengambil keuntungan disana.
Sepakbola seharusnya menjadi pemersatu bangsa selain bikep. Ketika Tim Nasional sepakbola Indonesia bermain, siapapun negara yang menjdi lawannya. Semua orang baik dari pendukung Arema Malang, Persebaya Surabaya, PSM Makassar dan lain sebagainya akan datang ke Stadion dengan memakai jersey Tim Nasional Indonesia tanpa mempedulikan suku, ras, dan bangsa. Sayangnya sepakbola hanya menjadi alat komersialisasi tanpa mempedulikan hal-hal sebelumnya.
Baca Juga: Modernisasi dan Tindakan Kriminal
Seharusnya pengelola liga atau PSSI bisa belajar dari Kapten Tsubasa. 'Bola adalah teman'. Bola bukan sekedar alat komersil, tapi dapat menjadi alat hiburan yang membawa keceriaan.
Penulis: M. Ian Hidayat Anwar
Editor: Nurham
0 Komentar
Beri komentar masukan/saran yang bersifat membangun