Reklamasi diartikan sebagai proses pembuatan daratan baru dengan memanfaatkan wilayah perairan (pinggir laut/sungai). Adapun menurut regulasi undang-undang (UU.27/2007) dijelaskan Pengertian Reklamasi ini sebagai berikut:
Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan (pengerukan), pengeringan lahan atau drainase (dikutip dari laman wikipedia).
Reklamasi dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas penimbunan suatu areal dalam skala relatif luas hingga sangat luas di daratan maupun di areal perairan untuk suatu keperluan rencana tertentu (sambung kutipan).
Tujuan reklamasi yaitu untuk menjadikan kawasan berair yang rusak atau belum termanfaatkan menjadi suatu kawasan baru yang lebih baik dan bermanfaat (menurut isi modul reklamasi pantai tahun 2007).
Sisi lain, tujuan reklamasi ialah untuk bagaimana memanfaatkan peluang ekonomi suatu daerah dengan membuat daratan baru di wilayah perairan. Wilayah perairan tersebut menjadi lokasi tidak kumuh atau dapat disebut lokasi yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sehingga ada baiknya dimanfaatkan oleh pihak tertentu dalam penunjangan ekonomi.
Lalu bagaimana saat ada reklamasi suatu daerah yang tidak sesuai dengan tujuan reklamasi itu sendiri? dan bagaimana perbandingan pelaksanaan reklamasi di negara lainnya? Mari kita bandingkan implementasi reklamasi dua negara (Indonesia-Australia) perspektif lingkungan hidup.
Penulis memilih sample reklamasi di kota Makassar, reklamasi Center Point of Indonesia (CPI) tepatnya berada di pantai Losari, Jl. Metro Tj. Bunga Maloku, kecamatan Ujung Pandang, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).
Menurut data yang dihimpun penulis, implementasi reklamasi CPI tersebut menuai kontra kalangan masyarakat dan juga tidak luput dari perhatian direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulsel, Muhammad Al-amin.
Ia memberi perhatian bahwa proyek reklamasi CPI di pantai Losari tersebut, demikian dalam implementasinya melanggar hukum lingkungan. Awalnya ia menjelaskan dampak kerusakan lingkungan dari CPI tersebut.
"Karena pasir laut di Galesong habis disedot untuk proyek reklamasi CPI, maka tak ada lagi reduktor yang bisa mereduksi ombak atau gelombang pasang, sehingga terjadilah abrasi (kerusakan lingkungan) di sejumlah titik di desa-desa di Kecamatan Galesong Raya," terangnya dikutip dari laman beritasatu(dot)com.
Sambung, ia menjelaskan lebih lanjut bahwa kegiatan reklamasi yang nantinya akan jadi kawasan elite tersebut telah melanggar hukum alias praktik melawan hukum serta menurutnya kegiatan tersebut menyalahi aturan tambang pasir laut.
"Jika sebelumnya ada perda yang menjadi acuan jelas tentang pengelolaan wilayah pesisir sesuai UU 1/2014, seharusnya dampak terhadap kehidupan nelayan dan ekosistem lingkungan dapat diminimalisasi. Proyek reklamasi itu melakukan praktik melawan hukum, serta penyalahgunaan aturan dalam kegiatan tambang pasir laut maupun reklamasi," lanjutnya.
Menurutnya kegiatan proyek reklamasi tersebut dinilai melanggar hukum. Pelanggaran tersebut dengan tidak mengindahkan aturan perda berdasarkan UU no. 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir.
Direktur Walhi Sulsel menjelaskan dampak kerugian yang dialami warga sekitar pasca reklamasi CPI itu direalisasikan, "Pesisir pantai yang tadinya menjadi tempat untuk berinteraksi warga, tempat bermain anak-anak, serta tempat sandar kapal-kapal nelayan, kini hancur lebur," Pungkasnya lebih lanjut.
Demikian sikap pemerhati lingkungan hidup (Walhi Sulsel) terkait proyek reklamasi CPI Makassar. Sikap tersebut berbeda dengan masyarakat Australia ketika menghadapi persoalan reklamasi. Justru masyarakat Australia menyambut antusias adanya reklamasi. Hal tersebut penulis dasarkan dari informasi data laman Kompasiana(dot)com.
"Penduduk seluruh Australia, tidak sampai 25 juta jiwa, jadi kalau dilogikakan, mengapa harus reklamasi? Tetapi ternyata pemerintah (masyarakat) disini memiliki pandangan yang berbeda. Apapun yang dianggap akan membawa dampak positif bagi kemajuan daerahnya dan bermanfaat sebagai fasilitas umum, maka reklamasi sama sekali bukan menjadi masalah. Malahan setiap kali ada sarana yang dibangun dan diresmikan, disambut sangat antusias." (kutipan laman Kompasiana<dot>com).
Menurut data tersebut, menerangkan bahwa setiap adanya proyek reklamasi maka oleh masyarakat setempat disambut dengan senang hati (antusias) sebab yakin akan berdampak positif bagi daerah itu sendiri kedepannya. Masyarakat sekitar percaya bahwa adanya reklamasi didaerah tersebut mampu membawa kebaikan tersendiri.
Lanjut, data tersebut menjelaskan terkait proyek reklamasi apa saja yang disambut hangat oleh masyarakat setempat, "Seperti misalnya, dermaga Elizabeth Quay, hasil dari reklamasi Swan River yang baru diresmikan tahun ini. Disana juga sedang dibangun apartement megah dan elite, serta pertokoan modern sementara disana sedang dalam pengerjaam, di kanal Burswood juga sedang dilakukan reklamasi, untuk membangun berbagai sarana umum, seperti restoran, hotel dan rekresi. Tak pernah ada komplain dari warga, apalagi sampai unjuk rada." (sambung).
Akhirnya dari data tersebut di atas (tentang reklamasi Australia) dapat penulis simpulkan bahwa, implementasi reklamasi Australia sangat memungkinkan berjalan dengan lancar dengan adanya dukungan penduduk sekitar yang menyambut dengan antusias. Penduduk Australia mendukung segala bentuk reklamasi dengan keyakinan bahwa reklamasi tersebut mampu membawa perubahan bagi daerahnya.
Diakhir tulisan ini, penulis menyimpulkan bahwa realisasi proyek reklamasi pada dasarnya sikap pro-kontra pihak terkait tidak dapat dihindari. Termasuk sikap kontra Direktur Walhi, Muhammad Al-amin terhadap CPI dan sikap pro masyarakat Australia terhadap reklamasi dermaga Elizabeth Quay. Pro-kontra keduanya negara tersebut, masing-masing dipengaruhi oleh lingkungan/reklamasi dan kesadaran masyarakat setempat atau pihak pemerintah dalam menimbang seberapa besar manfaat-mudarat yang akan diperoleh suatu reklamasi.
0 Komentar
Beri komentar masukan/saran yang bersifat membangun