Politik Miopia, Apa?
Tak akan ada habisnya perbincangan bila kita membahas masalah Politik. Yaa, karena satu kata inilah yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kelangsungan regulasi kehidupan bermasyarakat.Oleh karena itu, dimana ada kehidupan masyarakat maka disitu ada politik. Sedemikian pentingnya eksistensi (keberadaan) dari sebuah politik. Tanpa politik, pengaturan kelangsungan musyarakah (masyarakat) akan terjadi ketimpangan dan akhirnya masyarakat ambyar.
Politik, selain mempunyai pengaruh penting pada tatanan masyarakat, juga memiliki ciri khas tersendiri. Orang bilang: “politik itu candu” artinya, ketika seseorang masuk ke dalam dunia politik maka akan sulit untuk keluar.
Seperti halnya ungkapan: “rokok itu candu”. Maksudnya, seseorang yang ketika merasakan nikmatnya rokok maka orang tersebut akan susah untuk berhenti merokok. Kendati pun rokok itu tidak baik.
Di samping politik yang punya ciri khas, dilain sisi pula politik adalah pengabdian yang menyakitkan. Penulis teringat perkataan dari Winston Churchill bahwa “Dalam perang anda hanya bisa dibunuh sekali, tapi dalam politik, berkali-kali”. Nah, itulah kutipan dari Winston Churchill yang cukup menarik bagi penulis dan menyisakan makna yang dalam.
Politik pada dasarnya merupakan sarana pengabdian pada masyarakat. Dengan kekuasaan politik kita mampu membuat kebijakan-kebijakan yang pada akhirnya memengaruhi masyarakat. Kebijakan yang dibuat tentunya bertujuan untuk kepentingan bersama.
Namun ada juga sebagian orang yang dengan sengaja memanfaatkan politik sebagai sarana untuk memenuhi kepentingan pribadinya tanpa melihat kerugiannya pada banyak pihak masyarakat. Diantara-Nya kasus korupsi kalangan pemerintahan yang merugikan negara dan masyarakat itu sendiri.
Lalu apa itu Politik Miopia?
Terlebih dahulu penulis uraikan bahwa pemimpin politik yang ideal adalah pemimpin yang memikir jauh ke depan masyarakatnya sehingga dalam membuat kebijakannya itu pasti memperhatikan dampak yang diberikan dari kebijakan yang dibuatnya itu sendiri. Begitu pun sebaliknya, penguasa politik yang “kurang” ideal adalah penguasa yang memikir pendek/dekat (miopia) dalam membuat kebijakan. Inilah yang disebut politik miopia (politik kurang ideal).
Kebijakan yang dibuat dari hasil politik miopia pada akhirnya kebijakan seperti ini tak jarang mengundang aksi protes atau penolakan sebab didalam-Nya tak sesuai apa yang menjadi kepentingan bersama sehingga berdampak pada tatanan masyarakat kita.
Selanjutnya, apakah politik sekarang itu Politik Miopia?
Bisa jadi iya! Berkaitan apa yang tadi penulis sebutkan mengenai definisi dari politik miopia. Maksudnya disini bahwa apabila kebijakan pemerintah saat ini dikritik dan menuai aksi protes dari masyarakat sebab tak sesuai dengan tujuan kepentingan umum maka politik sekarang ini bisa disebut politik miopia.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis terbayang sebuah kejadian belakangan ini. Yaitu seperti fenomena persoalan RUU HIP. Nah, rancangan kebijakan ini rupanya membuat banyak menuai protes dari berbagai kalangan masyarakat termasuk ormas.
Berkat tingginya mobilisasi (massa) masyarakat untuk menolak RUU ini sehingga akhirnya RUU haluan ideologi Pancasila ini, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memutuskan untuk mencabut/menghentikan RUU tersebut.
Nah dari situ, kita amati bahwa pengajuan RUU HIP yang kemudian tak lama menuai penolakan, itu menjadi salah satu petunjuk bagi kita bahwa politik sekarang ini adalah politik miopia atau politik yang ketika dalam membuat kebijakan hanya berpikir dekat.
Namun pada akhirnya dalam hal ini, politik miopia atau tidaknya, penulis kembalikan ke pembaca yang budiman.
lalu, apakah Politik Miopia ini berdampak buruk?
Sebetulnya tidak selamanya alias bisa iya dan bisa pula tidak. Tergantung! namun hanya saja politik miopia itu berisiko mengundang aksi protes. Ketika kebijakan yang di keluarkan dari hasil politik miopia lalu tidak menuai berbagai penolakan maka politik miopia ini bisa disebut tidak berdampak buruk.
Tetapi sebaliknya, ketika kebijakan dari hasil politik miopia ini rupanya mengundang penolakan atau kontra dengan masyarakat maka pantas disebut politik miopia ini berdampak buruk.
Letak buruknya politik miopia ini ketika kebijakan dibuatnya mengundang aksi penolakan dari masyarakat itu sendiri.
Kemudian, apa yang menjadi solusi dari problem politik miopia yang berdampak buruk?
Yaa secara tidak langsungnya, jika kita membaca kembali uraian beberapa paragraf di atas maka telah menunjukkan solusi dari problem politik miopia itu sendiri. Yaitu dengan menghentikan atau mencabut kebijakan yang dinilai kontra dengan masyarakat lalu bila diperlukan membuat kembali kebijakan yang pro dengan rakyat.
*Note: telah terbit dilaman Washilah.com, judul: politik "miopia" (23/9/2020)
0 Komentar
Beri komentar masukan/saran yang bersifat membangun